Studi filsafat |ilmu, falasifah Ahlul Bid’ah Yang Dibenci Imam Syafi’i?
Filsafat menjadi dicurigai oleh kaum agamawan, ketika filsafat masuk dalam ranah dekonstruksi. Mengacak-ngacak tatanan pemikiran dan keyakinan yang sudah tertanam dalam keber-agama-an, terutama bagi umat Islam. Umat agama non-Islam pun mengalami hal yang sama. Mereka menolak filsafat, ketika filsafat menjadi buldoser yang menggerus keyakinan. Kalaupun ada yang terasimilasi dengan filsafat, kaum agamawannya pun menghadapi dilema keyakinan dan pemikiran, sehingga harus memilih antara produk agama yang difilsafati (dalam arti dekonstruksi) dengan makna agama apa adanya.
Padahal, sesungguhnya filsafat itu alat (tool). Tergantung siapa yang memahami dan menggunakannya. kebaikan dan kejahatan itu bisa lahir dari sebab aspek pemahaman pada segala sesuatu. Jangankan 'kesalahan' memahami filsafat, 'kesalahan' memahami agama pun, maka agama bisa dipakai untuk kepentingan-kepentingan sesaat dan bernuansa keburukan. Wallahu a`lam.
Tetapi memang, diakui atau tidak, filsafat mengajarkan skeptis, universalis, yang mana sinkretisme semacam ini tidak akan diterima di dalam Islam. Islam mengajak kepada keyakinan yang teguh, sementara filsafat menyeru kepada kebijaksanaan di luar agama itu sendiri. Umumnya keyakinan bahwa sebagai outsider, lebih bijak daripada yang terkungkung oleh keyakinan agamanya sendiri-sendiri. Mau tidak mau, seorang praktisi filsafat atau istilahnya falasifah ini selalu merasa lebih bijaksana dibandingkan dengan mereka yang ta’at kepada agamanya sendiri, termasuk Islam.
Imam syafi’i sendiri sangat membenci ahlul kalam atau para filsuf ini, degan perkataannya yang mahsyur, “hukumanku untuk ahlul kalam (yang mempelajari filsafat) ialah diikat, dinaikan onta, lalu diarak keliling kota, sambiil dipukul, dan diteriakkan padanya, INILAH AHLUL BID’AH, INILAH AHLUL BID’AH”
Sementara Umar bin Khottob Radhiallahu anhu, berkata,” jika dia (filsafat) itu bertentangan dengan kitabullah, maka kita tidak perlu (mempelajarinya), dan jika selaras dengan alqur’an maka cukuplah dengan kitabullah” artinya sama saja, filsafat itu tidak diperlukan dalam islam.