Lebih Penting mana Cara Agar Menang Berdebat atau Lebih beradab dalam berdebat?
Tidak bisa kita hindari, terkadang mau tidak mau kita harus berdebat atau terjebak perdebatan. Padahal tidak semua orang menyukai perdebatan, bahkan lebih sedikit lagi yang tahu adab, atau etika dalam berdebat. Sehingga sering kita dengar ada istilah ‘debat kusir’, yakni dimaksudkan sebagai debat remeh, debat yang tidak berlandasan atau mungkin juga debat yang tidak memakai logika. Saya pribadi tidak pernah melihat para kusir (yang artinya supir delman) sedang berdebat, tetapi pastilah ada kisah tersendiri di balik istilah debat kusir ini.
Mungkin tumbuh pertanyaan, bagaimana sih caranya supaya kita tidak dinamai debat kusir?
pertama:
1. Niat. Berdebat harus diniati untuk kebaikan dan azas manfaat, adu argumentasi, asah pendapat, ditujukan untuk mendapatkan hasil terbaik yang bermanfaat. Untuk apa berdebat dalam rangka bertujuan untuk kejelekan sempurna?
2. Obyektif, atau fokus. Analogi / perumpamaan dan perbandingan pun harus sesuatu yang mudah diterima dan ada relevansinya.
Objektivitas berakhir ketika anda mengatakan pada lawan “mengapa anda begitu bebal?” (padahal sedang membahas pengistilahan “eksentrik / norak”) karena seseorang dan pensifatannya itu berarti subyektif. Tetapi lain cerita jika objek yang sedang dibahas adalah kebebalan orang tersebut. :D
3. Berlandasan
Untuk mudahnya seseorang boleh berkata ‘ukuran bumi lebih besar dari matahari’ jika bisa menyebutkan landasan ucapannya tersebut yang mungkin didapati melalui riset, atau observasi langsung ke matahari dengan pesawat (atau sejenis). Tetapi jika hanya katanya, atau sekedar karena orang banyak di kampungnya berkata seperti itu maka alasannya menjadi kurang valid, atau bahkan tidak bisa dijadikan landasan.
dan berikut adalah beberapa pepatah dan nasihat tentang perdebatan:
seseorang tidak akan bisa menang melalui perdebatan.
(karena perdebatan hanya akan menghasilkan rasa antipati, perlawanan, dan permusuhan) mengapa? karena niat objektivitas dan landasan alias etika berdebat tersebut selalu hilang dihempas arus emosi pada saat berdebat
atau diilustrasikan: ombak emosi dari laut perdebatan terlalu kuat, ia bisa melontarkan niat, objektivitas, dan landasan menjadi ilusi